ASOSIASI PENGUSAHA INDONESIA

ASOSIASI PENGUSAHA INDONESIA

TANTANGAN KETENAGAKERJAAN 2025:  GEN-Z MASUK PASAR KERJA, PENGANGGURAN MASIH TINGGI
11 Feb 2025 11:01
Rilis Biro Humas Kemnaker
9 views
6 min read
Artikel

TANTANGAN KETENAGAKERJAAN 2025: GEN-Z MASUK PASAR KERJA, PENGANGGURAN MASIH TINGGI

Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Yassierli mengungkapkan sejumlah tantangan di bidang ketenagakerjaan pada 2025. Pertama, potensi jutaan generasi Z (Gen-Z) yang memasuki usia kerja. Di sisi lain, saat ini terdata jumlah angka pengangguran sekitar 7,5 juta orang. Selain itu, ada pula persoalan tenaga kerja informal yang saat ini jumlahnya sekitar 53 persen dari seluruh pekerja secara nasional. “Kita punya 53 persen tenaga kerja di sektor informal, dengan pendidikan paling tinggi tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dan ini adalah masalah kita," ujar Yassierli dilansir siaran pers Kemenaker, Jumat (27/12/2024). Merespons berbagai persoalan tenaga kerja itu, pemerintah sedang mencoba melakukan mitigasi, antisipasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak. Salah satunya, menggandeng balai pelatihan vokasi yang ada di daerah-daerah agar para pencari kerja dapat meningkatkan kompetensi (upskilling) ataupun pembaharuan kompetensi (reskilling). Menurut Menaker Yassierli, pemerintah ingin agar profil tenaga kerja Indonesia ke depannya lebih terukur baik secara formal maupun informal. "Kitalah yang harus menentukan profil tenaga kerja ke depan seperti apa, apakah 60 persen masih informal worker, atau kita-lah yang menyiapkan pekerja skill worker (tenaga kerja berkompetensi), " kata Yassierli. "Kalau tidak, akhirnya pengangguran datang lagi,” lanjutnya. Yassierli mengingatkan, persoalan pengangguran bukan hanya tanggung jawab Kemenaker tetapi semua pihak. Pemerintah Targetkan Revisi UU Ketenagakerjaan Rampung Pada 2025 Kementerian Ketenagakerjaan menargetkan revisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat diselesaikan pada tahun ini. Amandemen ini merupakan hasil uji materi UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja dan akan diinisiasi oleh DPR. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyebutkan tujuh poin utama dalam revisi ini, yaitu tenaga kerja asing, perjanjian kerja waktu tertentu, upah, jam kerja, alih daya, cuti, pesangon, dan pemutusan hubungan kerja (PHK). "Kami melihat semua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi UU Cipta Kerja berbicara tentang penegasan norma. Kami akan mendukung penuh revisi UU Ketenagakerjaan agar segera rampung," ujar Yassierli di Gedung DPR, Jakarta Rabu (5/2). Selain revisi UU Ketenagakerjaan, implikasi putusan MK juga mencakup revisi sebagian Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan. Oleh karena itu, pihaknya berencana mendukung penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) untuk revisi UU tersebut. Dukungan DPR dan Target Penyelesaian Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyusun rancangan awal revisi UU Ketenagakerjaan. Komisi IX DPR juga telah menginstruksikan untuk mempercepat penyelesaian RUU ini. BACA JUGA Restorasi Gambut dan Mangrove Asia Tenggara Dapat Memitigasi 770 Megaton CO2 Pengecer Boleh Jual LPG 3 Kg Lagi dengan Skema Sub-Pangkalan Pemerintah Akan Impor 120 Ribu Ton Daging Sapi dan Kerbau Jelang Ramadan 2025 Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa revisi UU Ketenagakerjaan harus selesai paling lambat 2026 atau dua tahun setelah diputuskan pada 2024. "Komisi IX DPR meminta agar proses ini dipercepat dan tidak menunggu tenggat waktu dua tahun," kata Indah. MK menerbitkan putusan terkait UU Cipta Kerja pada 31 Oktober 2024. Sejak saat itu, Kemenaker telah menggelar konsultasi publik dan pertemuan dengan pemangku kepentingan. "Konsultasi publik sangat penting untuk memastikan partisipasi bermakna dari berbagai pihak," kata Indah. Ia juga menegaskan bahwa Komisi IX DPR menekankan pentingnya kejelasan setiap norma dalam revisi UU untuk menghindari multitafsir. Putusan MK dan Dampaknya MK mengabulkan pengujian konstitusional terhadap 21 norma dalam UU Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh dan sejumlah serikat pekerja. Satu pasal tidak diterima, sementara permohonan lainnya ditolak karena dianggap tidak beralasan menurut hukum. Norma-norma yang dikabulkan meliputi: Pasal 42 ayat (1) dan (4), Pasal 56 ayat (3), Pasal 57 ayat (1), Pasal 64 ayat (2), Pasal 79 ayat (2) huruf b dan ayat (5), Pasal 88 ayat (1), (2), dan (3) huruf b. Pasal 88C, Pasal 88D ayat (2), Pasal 88F, Pasal 90A, Pasal 92 ayat (1), Pasal 95 ayat (3), Pasal 98 ayat (1), Pasal 151 ayat (3) dan (4), Pasal 157A ayat (3), serta Pasal 156 ayat (2) dalam UU Cipta Kerja. Sementara itu, satu permohonan yang tidak diterima adalah Pasal 156 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 47 karena dianggap prematur oleh MK. Gugatan ini diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Mereka mengajukan 71 poin petitum dalam tujuh klaster utama, yakni tenaga kerja asing, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), pekerja alih daya, cuti, upah dan minimum upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), serta uang pesangon dan hak pekerja lainnya. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal, menyambut baik putusan ini dan menyebutnya sebagai kemenangan bagi buruh. "UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan, sudah lumpuh mulai hari ini," ujarnya di Gedung MK, Jakarta, tahun lalu. (Reporter: Andi M. Arief Editor: Ferrika Lukmana Sari) Arah Kebijakan Kemnaker 2025-2029 Sekjen Kemmsker Pada diskusi Panel ASEAN Year of Skills 20 Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (3/10/2024) Kuala Lumpur-Dalam menghadapi tantangan ekonomi global yang semakin kompleks, Kementerian Ketenagakerjaan merumuskan kebijakan ketenagakerjaan nasional yang komprehensif untuk periode 2025-2029. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa tenaga kerja Indonesia memiliki keterampilan yang relevan dan siap bersaing di pasar nasional maupun internasional. Pada diskusi Panel ASEAN Year of Skills 2025 di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (3/10/2024) Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi, menegaskan pentingnya transisi pekerja dari sektor berketerampilan rendah menuju sektor berketerampilan menengah dan tinggi. “Dengan meningkatkan keterampilan tenaga kerja, kita tidak hanya menciptakan nilai tambah yang lebih besar, tetapi juga membantu mendorong perekonomian nasional keluar dari jebakan middle income trap,” ungkap Sekjen Anwar. Meskipun kebijakan ini diyakini dapat meningkatkan produktivitas, Sekjen Anwar mengakui adanya tantangan yang signifikan. Salah satu tantangan utama adalah polarisasi penyerapan tenaga kerja, khususnya di sektor industri yang menunjukkan penurunan. Untuk mengatasi masalah tersebut, ia menekankan pentingnya kolaborasi yang erat antara dunia pendidikan dan industri dalam upaya link and match guna memastikan bahwa kebutuhan pasar tenaga kerja dapat dipenuhi. Kebijakan ketenagakerjaan ini memiliki peta jalan yang dibagi dalam empat fase yang akan membimbing Indonesia menuju visinya menjadi negara dengan tenaga kerja unggul pada tahun 2045. Pada fase pertama, yakni periode 2025-2029, Kemnaker akan menciptakan sistem pengembangan keahlian yang komprehensif dan terintegrasi berdasarkan kebutuhan pasar kerja. Memasuki fase kedua, 2030-2034, kebijakan yang akan dilakukan adalah pengembangan dan pemanfaatan sistem pengembangan keahlian oleh pasar kerja. Kemudian pada periode 2035-2039 akan dilakukan penguatan kompetensi dan daya saing tenaga kerja Indonesia di pasar ASEAN dan global. Adapun fase puncaknya, yakni 2040-2045, mengukuhkan tenaga kerja Indonesia sebagai talenta unggul di pasar global. Dengan arah kebijakan yang terstruktur dan fokus pada peningkatan keterampilan, pihaknya optimis Indonesia dapat menghasilkan tenaga kerja yang produktif, inovatif, dan kompetitif di pasar global. “Langkah ini merupakan kunci untuk menghadapi dinamika perubahan kebutuhan pasar tenaga kerja di masa depan,” ucapnya.(Wan)
Konsultasi